Sebenarnya ada dua cara yang disepakati oleh Jumhur (mayoritas) ulama untuk menentukan awal dan akhir Shaum, yakni dengan melihat bulan atau dengan menyempurnakan hitungan bulan sya’ban. Sebagaimana yang dikatakan oleh DR. Ahmad Syarbashi seorang dosen di Universitas Al-Azhar Mesir.
“termasuk hal yang disepakati dikalangan jumhur ‘ulama bahwa penetapan awal Ramadhan itu dilakukan dengan salah satu dari dua cara. Pertama, melihat hilal bulan Ramadhan, bila tidak ada yang menghalangi pandangan, seperti mendung, awan, asap, debu, atau yang lainnya. Cara kedua adalah dengan menggenapkan bulan sya’ban sebanyak tiga puluh hari. Ini dilakukan jika ada yang menjadi penghalang untuk melihat hilal pada malam ke tiga puluh karena ada mendung, awan, atau yang lainnya".
Kesimpulan ini diperoleh dari hadits Nabi SAW:
“Berpuasalah kalian apabila telah melihat bulan, dan berbukalah (tidak berpuasa) kalian apabila telah melihat bulan. Namun jika pandanganmu terhalang oleh awan, maka sempurnakanlah bulan sya’ban itu sampai tiga puluh hari” (shahih Bukhori – 1776)
Oleh karena itu, seseorang dilarang memulai puasa ataupun mengakhirinya sebelum ada Ru’yah. Rasulullah SAW bersabda:
“dari Abdullah bin Umar Ra, bahwa suatu ketika Rasulullah SAW bercerita tentang bulan Ramadhan. Rasul bersabda, “Janganlah kalian berpuasa sehingga kalian melihat bulan, dan janganlah kalian berbuka (tidak berpuasa) sampai kamu melihat bulan. Namun jika pandanganmu tertutup mendung, maka perkirakanlah jumlah harinya” (shahih Bukhori – 1773)
Bukti-bukti diatas menunjukkan bahwa yang menentukan awal shaum ataupun akhir shaum ru’yah al-hilal (melihat bulan) merupakan cara yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW
Bagaimana dengan hadits Nabi Muhammad SAW
“Dari ibnu Umar Ra, dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda, “kami adalah umat yang tidak dapat menulis dan berhitung. Satu bulan itu seperti ini, seperti ini”. Maksudnya satu saat berjumlah dua puluh sembilan dan pada waktu yang lain mencapai tiga puluh hari”. (shahih Bukhori – 1780)
Hadits diatas menunjukkan mayoritas sahabat, tapi tidak seluruhnya sahabat tidak bisa berhitung dan menulis. Sebagai contoh, Sahabat Nabi SAW seperti: Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Mu’awiyah dan lainnya diperintah Rasul untuk belajar tulis-menulis untuk dijadikan sebagai juru tulis Rasul
Selain itu, di negara Arab, jauh sebelum Rasulullah SAW diutus, telah ada tempat untuk mempelajari ilmu hisab. Lima ratus tahun sebelum nabi Isa AS lahir, seorang filosof yang bernama Phytagoras yang hidup pada abad ke VI SM telah membangun suatu lembaga pendidikan khusus yang mengajarkan tentang ilmu hisab. Bahkan sebagian pakar mengatakan bahwa ilmu hisab merupakan ilmu tertua di dunia, karena ada sebelum terjadi banjir Nabi Nuh AS. Ini menunjukkan ilmu hisab telah ada sebelum zaman Rasulullah SAW. Dan diantara sahabat Nabi , sebenarnya telah ada yang mahir dalam ilmu hisab, semisal Ibnu Abbas. (menentukan awal dan akhir puasa Ramadhan dengan Ru’yah dan Hisab)
Fiqh ASWAJA
Wallahu ‘Alam
Hal diatas bukan untuk menjadikan perseteruan ummat Islam antara yang memakai Ru'yah dan Hisab dalam menentukan awal dan akhir Ramadhan. jadikan perbedaan itu suatu yang indah.. berbeda tapi tetap kita satu dalam naungan Agama ALLAH..
mari kita tingkatkan Iman dan Taqwa pada ALLAH SWT, tegakkan 'Amar Ma'ruf Nahil Munkar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar